hybrid writerpreneur

improving writerpreneurship

Post Top Ad

September 27, 2025

Buku yang Hilang

by , in

 

“Buku yang Hilang”



Di rak kayu itu, bertahun-tahun ia simpan sebuah buku lusuh. Bukan sembarang buku, melainkan saksi bisu perjalanannya—halaman-halamannya dipenuhi tanda tangan orang-orang besar yang pernah ia temui. Nama-nama yang dulu menjadi lentera, tanda bahwa ia pernah dianggap hadir di lingkaran penting.

Suatu hari, tanpa sengaja, buku itu berpindah tangan. Awalnya ia tidak menyadari, sampai kemudian rak kayunya terasa kosong. Hatinya tercekat, seperti kehilangan sebuah bagian dari dirinya. Bagaimana mungkin ia menuliskan bab baru hidupnya, jika bukti masa lalu saja raib begitu saja?

Namun setelah beberapa hari, kegelisahan itu berubah menjadi renungan. Mungkin memang sudah saatnya ia belajar berjalan tanpa menggenggam nama-nama itu. Bukankah tanda tangan sejati yang perlu ia torehkan adalah karyanya sendiri, di lembar kehidupan?

Buku itu hilang. Tapi justru dari kehilangan itu ia menemukan sesuatu: keberanian untuk tak lagi berdiri di bayang-bayang orang lain. Kini ia menulis dengan tangannya sendiri, membangun namanya sendiri, tanpa perlu tanda tangan siapa pun.


September 23, 2025

Menulis Bukan Lagi Beban: Kisah Menemukan Joy Bersama Joy Writing

by , in

 

 Menulis Bukan Lagi Beban: Kisah Menemukan Joy Bersama Joy Writing 




Beberapa waktu lalu, seorang teman bercerita kepada saya. Ia dulu sangat suka menulis di buku harian. Setiap malam sebelum tidur, ia menuliskan apa yang dialami: senang, sedih, marah, hingga mimpi-mimpi kecilnya. Tetapi, seiring bertambahnya usia, ia berhenti menulis. Alasannya? Takut tulisannya jelek, merasa tidak berbakat, dan khawatir orang lain menertawakan jika suatu hari tulisannya terbaca.

Halaman-halaman kosong itu kemudian berubah menjadi beban. “Aku rindu menulis, tapi setiap kali mulai, selalu berhenti di tengah jalan,” katanya lirih.

Saya tersenyum, lalu menunjukkan sebuah buku: Joy Writing karya Dian Nafi.

✨ Menulis Tanpa Tekanan

Buku ini seperti sahabat yang membisikkan, “Menulislah untuk dirimu dulu. Nikmati prosesnya, jangan kejar sempurna.”

Teman saya kemudian mencoba beberapa latihan dari buku itu. Ia memulai dengan freewriting lima menit. Tidak ada aturan. Tidak ada sensor. Hanya menulis apa yang ada di kepala. Hasilnya? Ia terkejut, ternyata masih banyak cerita dalam dirinya yang ingin keluar.

🌿 Menulis sebagai Healing

Hari-hari berikutnya, ia mencoba latihan lain: menulis surat yang tidak akan dikirim. Di situ ia mencurahkan emosi yang selama ini dipendam. Air matanya menetes, tapi setelahnya ia merasa lega. “Aku merasa lebih ringan, seperti punya ruang baru di dalam hati,” ucapnya.

Dari situ, ia sadar: menulis bukan hanya soal kata-kata indah. Menulis adalah cara untuk menyembuhkan, menemukan diri, dan berbagi kebahagiaan.

🌸 Joy Writing untuk Semua

Kini, teman saya mulai menulis lagi. Bukan untuk menjadi penulis terkenal, bukan untuk mengejar likes atau komentar di media sosial, tapi untuk menemukan joy dalam menulis. Ia kembali menulis di buku hariannya, lalu memberanikan diri berbagi di blog kecilnya.

Semua berawal dari Joy Writing by Dian Nafi—sebuah buku yang mengajarkan kita bahwa menulis tidak harus sempurna, tidak harus sesuai standar siapa pun, cukup dengan hati yang jujur.

Jika Anda pernah berhenti menulis karena takut, ragu, atau merasa tidak cukup baik, buku ini akan menemani perjalanan Anda kembali ke dunia kata-kata dengan senyum di wajah.

Karena menulis seharusnya bukan beban. Menulis adalah joy. 🌟stagram/Facebook caption biar lebih emosional dan personal?

INI LINK BUKU JOY WRITING https://play.google.com/store/books/details/Dian_Nafi_Joy_Writing?id=DnKIEQAAQBAJ


September 22, 2025

JOY RESEARCH by dian nafi

by , in

JOY RESEARCH by dian nafi




Riset sering dibayangkan sebagai meja penuh buku tebal, deretan angka yang membingungkan, atau tumpukan kertas yang melelahkan. Namun sesungguhnya, riset adalah seni menemukan makna—sebuah perjalanan batin yang sama mendebarkannya dengan penjelajahan samudra luas atau pendakian gunung tinggi. Di satu sisi ia menuntut ketelitian, kesabaran, dan disiplin. Di sisi lain, ia juga mengundang kita bermain-main dengan imajinasi, intuisi, dan bahkan keberanian untuk menabrak pakem.

Bayangkan riset sebagai tarian antara sains dan seni, logika dan intuisi, fakta dan imajinasi. Ia adalah paradoks yang indah: kaku tapi lentur, serius namun juga penuh tawa, terikat aturan tetapi selalu membuka ruang kebebasan. Justru dalam tegangan antara kutub-kutub inilah lahir sebuah “joy”—kebahagiaan yang tidak dangkal, melainkan dalam dan otentik.

Ketika kita meneliti, kita bukan hanya mengumpulkan data. Kita sedang bercermin pada diri sendiri, pada masyarakat, dan pada semesta. Setiap variabel yang kita ukur sesungguhnya adalah fragmen dari misteri yang lebih besar. Setiap wawancara, observasi, atau eksperimen adalah undangan untuk mendengar bisikan kehidupan yang selama ini terlewat. Riset, pada hakikatnya, bukan sekadar “menjawab pertanyaan” melainkan “mengajukan pertanyaan yang lebih baik”—pertanyaan yang menantang batas logika sekaligus membangkitkan rasa takjub.

Joy Research adalah ajakan untuk merayakan proses itu. Untuk menerima kebingungan sebagai bagian dari penemuan. Untuk melihat error sebagai pintu menuju inovasi. Untuk mengizinkan data tidak hanya bicara lewat grafik, tapi juga lewat kisah-kisah manusia yang hidup di balik angka-angka.

Dengan sudut pandang ini, riset tidak lagi menakutkan. Ia menjadi permainan kreatif, latihan spiritual, bahkan perjalanan eksistensial. Kita belajar bahwa di balik kerumitan metodologi tersimpan kebebasan berpikir; di balik tekanan akademik ada ruang kebahagiaan; di balik tumpukan literatur ada percikan inspirasi. Dan dari setiap perjalanan riset, kita menemukan bahwa dunia jauh lebih luas daripada sekadar teori—dan diri kita jauh lebih dalam daripada sekadar peneliti.


Dapatkan bukunya di google play book dan google book

link buku JOY RESEARCH 

September 14, 2025

Buku Apa yang Laris Hari ini

by , in

Buku-buku Apa yang Laris Hari ini



 Berikut beberapa tren buku laris di Indonesia & luar yang sedang populer sekarang — bisa berdasarkan genre, platform, dan penerbitan terbaru:

📈 Tren Buku Laris di Indonesia

  1. Buku religi / pengajian ringan
    Misalnya Dzikir Pagi dan Petang  yang laris di TikTok. https://play.google.com/store/books/details/Dian_Nafi_Awaliyah_Kenapa_Kita_Kadang_Berdoa_denga?id=yM99EQAAQBAJ

  2. Buku self-improvement & motivasi
    Buku-self improvement terus diminati, terutama yang bahas pengembangan diri, mental health, dan produktivitas.    https://play.google.com/store/books/details/Dian_Nafi_Bertumbuh_Dengan_Disiplin?id=5w81EQAAQBAJ

  3. Novel ringan & blockbusters lokal
    Buku-novel lokal masih kuat, terutama karya-karya yang terbit dari Wattpad / media sosial dulu, atau yang punya banyak “buzz” di media sosial.     https://play.google.com/store/books/details/Dian_Nafi_Tarian_Dewantari?id=SW2tDwAAQBAJ

  4. Komik / manga & adaptasi film
    Komik & manga juga populer, terutama yang sudah atau akan difilmkan / diadaptasi. 

  5. Terjemahan / literatur internasional populer
    Buku-asing / terjemahan tetap memiliki audiens besar, terutama novel terkenal dan best seller internasional. 

🌍 Tren Buku Laris Global

September 06, 2025

Whistle Blowing Series by Dian Nafi

by , in

 Whistle Blowing Series by Dian Nafi 



Sebagai seorang hybrid writerpreneur, tentu saja harus selalu kreatif dan produktif menelurkan karya-karya terbaru.  Ya kan? Oleh karena itulah seri buku whistle blowing ini lahir. 

Sudah pernah dengar istilah whistle blowing, belum? 
Whistle Blowing tuh aktifitas atau kegiatannya. Whistle Blower adalah orangnya alias pelakunya. 

Whistle blower adalah pembisik atau pewadul yang melaporkan penyimpangan-penyimpangan ke pihak-pihak berwenang atau pihak-pihak independen yang concern, supaya ada penindakan/penyelidikan lebih lanjut.

Ada beberapa novel, cerpen ataupun puisi juga yang sudah menjadi semacam whistle blowing dalam bentuk cerita dan sastra. Ingat buku Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma? Nah, semacam itulah. Jadi bisa juga disebut sebagai karya kritik sosial. Kalau kritik itu terhadap hal-hal yang sudah diketahui banyak orang, nah kalau whistle blowing tuh mungkin belum banyak diketahui publik. Tapi kita melihat dan menyaksikannya karena kebetulan berada dekat dengan peristiwa dan orang-orangnya. Bahkan yang terjadi tanpa sengaja alias semesta membawa kita mengetahuinya. 

Contoh lainnya ada novel Zaki Yamani tentang pengedar narkoba, novel Tere Liye tentang mafia-mafia dan oligarki, juga beberapa novel lainnya, yang bahkan memenangkan award/penghargaan baik di dalam atau luar negeri. 

Paper conference, tesis, disertasi dan semacamnya sebenarnya berperan juga sebagai whistle blowing system yang scientific proven.

Twitter tuh sudah kayak whistle blower. Buat yang berkutat di jurnalisme investigasi, sekeping cuitan bisa jadi clue untuk menjelajah investigasi lebih jauh.


Sementara ini ada 5 judul buku yang termasuk dalam Whistle Blowing Series by Dian Nafi:
(Kemarahan Yang Putus Asa)

(Kemarahan Yang Kecewa)







September 06, 2025

It isn’t 10,000 hours, but 10,000 iterations.

by , in
It isn’t 10,000 hours that creates outliers, it’s 10,000 iterations.




It isn't 10,000 experiences that creates wisdom, its 10,000 reflections.

We want the invention without the iteration, wisdom without the wrinkles, the triceps without the try...

10,000 hours with the wrong approach is a vanity metric.

And what happens when you focus on the vanity metrics?

Observe this problem magnified on an institutional level. We value clicks, likes/retweets over privacy. President values ratings over public health.

We’re driven by lagging indicators & then debate if it’s the 🐓 or the 🥚

Agreed. It's a shame that likes ect are portrayed as being valuable. They reflect your reach but not your character.

Unfortunately it's reach and not character that institutions will typically reward with status, perpetuating a cycle of chasing and promoting vanity metrics

It isn't 10,000 books that creates knowledge, its 10,000 interpretations

you can have 10K experiences without that much reflection and that's the delta.

Reflection, crucially, is about observation before judgment.

It isn’t 10,000 hours or experiences, but 10,000 reflections iterated.

It’s both experiences and reflections. Stop saying things that sound profound but aren’t

Reflection is embodied.

"I fear not the man who has practiced 10,000 kicks once, but I fear the man who has 10,000 legs." - Bruce Lee

Mindless practice is time wasted.

Mindful practice is happy time.


As someone who has tried to learn music this way, I agree wholeheartedly. Without mindful and clear observation and practice, we don't complete the vital feedback loop required for effective learning.

Practice done for practice's sake is futile.

In order to learn from experience, two ingredients are necessary:

- Frequent practice
- Immediate feedback

Look for feedback loops to make adjustments and thus improve.

I see you make music:
- Put your ideas on the internet, even if they are not finished
- Ask for opinion
- Networking and send them your recordings
- Self edit and publish demos
...

It is not the hours of the work but the work in the hours.

Iterate, don't repeat.

What if you can find the answer in 5000 iterations, are you lucky?

No you're not. You learned fast

If there's only one answer, then no, you just learned faster.

If there's more than one answer, you are learning fast but keep going.

... Keep going anyway.

You probably know the answer! Genetics, quality of coaching, social support, and health habit factors.

Human performance is what I do.

You have to approach perfection to realize you cannot approach perfection.

Perfection is a resolution fallacy, and resolution is experience.

This is why visualizations are so powerful. Can conceive many of the iterations simply mentally.

Visual simulation

10,000 mindful iterations to mastery

Iteration >>>>> mere repetition

(Where iteration = repetition * feedback)

Once had a wrestling coach tell me, 'It's not practice that makes perfect, perfect practice makes perfect.' Not how I would put it, but it makes sense. You don't get points for showing up, you must apply yourself

Learning about some of the ways a system fails will help reveal the importance of foundational components within the way(s) it can succeed.


Hit. Fail.
Hit. Fail.
Hit. Fail.
... (9996 more times)
Hit." Eureka Eureka"

No luck.
Only work

'Isn't always 10,000 iterations. In Standup comedy we do the same set over and over for an extended period of time. In fact it's doing exactly the same thing over that installs it in our heads allows experiment and a new bit comes spontaneously the 101st time. More like 1000*10

It isn’t a number. It’s sustained, deliberate practice. Ericsson>Gladwell

SOME BOOKS ABOUT PRODUCTIVITY

September 06, 2025

Membaca Indonesia Hari Ini Lewat Buku-Buku Dian Nafi

by , in

Membaca Indonesia Hari Ini Lewat Buku-Buku Dian Nafi






Di tengah perubahan sosial, spiritual, dan budaya yang kian cepat, membaca bisa menjadi cara refleksi untuk memahami siapa kita dan ke mana arah bangsa ini. Menariknya, sejumlah karya terbaru dari Dian Nafi justru sangat relevan dengan situasi Indonesia saat ini.

📖 Kembali Pulang: Menemukan Nikmat Sholat yang Hilang
Buku ini hadir di saat banyak orang merasakan “jeda” spiritual dalam rutinitas sehari-hari. Ia menawarkan renungan dan panduan praktis agar sholat kembali menjadi ruang perjumpaan yang nikmat, bukan sekadar kewajiban.

📖 Jilbab dalam Lensa Hybrid Paradox

Fenomena jilbab di era digital sering jadi ruang tarik-menarik antara tradisi, modernitas, dan industri fashion. Buku ini membantu kita memahami identitas Muslimah Indonesia di tengah derasnya arus media sosial dan budaya populer.




📖 Sustainable Islamic Co-Living
Isu krisis hunian, keberlanjutan lingkungan, dan ekonomi komunitas menjadi salah satu tantangan besar Indonesia. Buku ini menawarkan gagasan segar tentang hunian Islami yang ramah lingkungan sekaligus memperkuat ikatan sosial.



📖 Ruang yang Mengantar Pulang: Reinterpretasi Masjid Agung Demak
Dalam suasana mencari jati diri bangsa, menengok kembali simbol-simbol peradaban seperti Masjid Agung Demak memberi kita pemahaman tentang akar budaya sekaligus arah spiritualitas.

✨ Melalui buku-buku ini, kita tidak hanya membaca kata-kata, tapi juga membaca Indonesia hari ini—dengan segala tantangan, harapan, dan kemungkinan masa depannya.







September 06, 2025

Dari Hobi Menulis ke Sumber Penghasilan: Perjalanan Menjadi Writerpreneur

by , in

Dari Hobi Menulis ke Sumber Penghasilan: Perjalanan Menjadi Writerpreneur

Beberapa tahun lalu, saya masih menulis hanya untuk diri sendiri. Tulisan saya bertebaran di buku catatan, draft blog yang tidak pernah dipublikasikan, atau status panjang di media sosial. Menulis terasa menyenangkan, seperti berbicara dengan diri sendiri—tapi saya tidak pernah membayangkan kalau aktivitas itu bisa menjadi sumber penghasilan.

Hingga suatu hari, seorang teman membaca artikel yang saya tulis di blog pribadi. Dia menyukainya, lalu bertanya, “Kamu bisa bikinkan artikel seperti ini untuk website kantor saya? Nanti saya bayar, ya.”

Sejujurnya saya kaget. Dibayar? Untuk menulis? Rasanya tidak nyata. Tapi dari situlah perjalanan writerpreneur saya dimulai.

Dari satu klien ke klien berikutnya, dari blog pribadi yang awalnya hanya punya segelintir pembaca hingga akhirnya mampu menarik ribuan pengunjung per bulan, saya belajar bahwa menulis bukan hanya soal kata-kata indah. Menulis adalah keterampilan yang bisa dibangun, dikembangkan, dan—ya—dimonetisasi.

Kini, saya ingin berbagi perjalanan itu dengan Anda. Karena saya percaya, setiap penulis punya kesempatan untuk menjadikan tulisannya bernilai lebih.

Itulah alasan saya membuat kursus Writerpreneur. Di sini, Anda tidak hanya belajar cara menulis yang efektif, tetapi juga strategi menjual tulisan, membangun personal branding, hingga mengubah keterampilan menulis menjadi bisnis yang berkelanjutan.

Bayangkan, jika tulisan Anda bisa menjadi pintu masuk menuju:

  • Freelance menulis yang dibayar klien.

  • Blog yang menghasilkan passive income.

  • Buku atau eBook yang diterbitkan dan dibaca banyak orang.

  • Jasa kepenulisan profesional yang dipercaya berbagai brand.

Menulis memang berangkat dari passion, tapi mengapa tidak sekaligus menjadikannya profesi?

🌱 Jika Anda merasa menulis adalah bagian dari hidup Anda, dan ingin menjadikannya lebih dari sekadar hobi, kursus ini ada untuk Anda. Mari belajar bersama bagaimana menjadi seorang Writerpreneur: penulis yang tidak hanya berkarya, tetapi juga berdaya.


Beli bukunya di sini >> https://books.google.com/books/about/Writerpreneurship.html?id=77CzEAAAQBAJ

Ikuti kursusnya di sini >> https://www.udemy.com/course/writerpreneurship/

Agustus 15, 2025

Menciptakan Event yang Bukan Sekadar Ramai

by , in

 Menciptakan Event yang Bukan Sekadar Ramai, tapi Berkesan dan Bermakna



Apakah kamu pernah menghadiri sebuah acara yang begitu menyentuh, memukau, bahkan mengubah cara pandangmu terhadap hidup?

Di tengah dunia yang penuh distraksi dan rutinitas, kita haus akan pengalaman yang otentik, mendalam, dan memikat. Bukan sekadar pesta meriah atau seminar formal, tapi peristiwa yang hidup, yang membekas di hati, membuka ruang dialog, bahkan menumbuhkan kesadaran baru.

📘 Inilah yang ditawarkan buku terbaru Dian Nafi:
"Merancang Event yang Mindblowing dan Out of the Box".

Buku ini bukan hanya panduan membuat acara yang keren, tapi juga sebuah manifesto kreatif. Ia mengajak kita keluar dari kerangkeng template dan formalitas, menuju ruang-ruang eksperimental yang jujur, spiritual, dan membebaskan.

💡 Di dalamnya, kamu akan menemukan:

  • Bagaimana menciptakan tema yang menggugah hati

  • Cara mengelola momen agar menyala dan magis

  • Peran estetika, ritme, dan storytelling dalam event

  • Tips membangun tim yang solid dan penuh semangat

  • Strategi membuat event berdampak dan terus dikenang

Buku ini ditulis dengan gaya narasi yang mengalir, reflektif, kadang puitis, namun tetap membumi. Cocok untuk kamu yang sering mengadakan kegiatan—baik di sekolah, komunitas, kampus, pesantren, organisasi, maupun ruang-ruang kreatif lainnya.

📚 Mengapa kamu perlu membacanya?

Karena setiap event adalah panggung transformasi. Dan kamu bisa jadi arsiteknya.

🛒 Buku ini sudah tersedia dan bisa kamu dapatkan di 

https://play.google.com/store/books/details?id=p5t3EQAAQBAJ

http://books.google.com/books/about?id=p5t3EQAAQBAJ


🌟 Siap merancang event yang tak hanya wow tapi juga worthy?
Jangan lewatkan karya ini.

Agustus 15, 2025

Menari di Antara Ragu dan Percaya

by , in

Pernahkah kamu merasa tdk pantas berada di posisi skrg? Merasa hanya “beruntung” & takut suatu hari orang akan tahu bahwa kamu sebenarnya dk sepandai yg mrk kira? Itu bukan sekadar rasa gugup biasa, itu impostor syndrome books.google.co.id/books/about?id play.google.com/store/books/de #newbook


**

Pernahkah kamu merasa tidak pantas berada di posisi sekarang? Merasa hanya “beruntung” dan takut suatu hari orang akan tahu bahwa kamu sebenarnya tidak sepandai yang mereka kira? Itu bukan sekadar rasa gugup biasa — itu impostor syndrome, dan jutaan orang di seluruh dunia diam-diam mengalaminya.

Dalam Menari di Antara Ragu dan Percaya, Dian Nafi mengajak kita melihat impostor syndrome dari sudut pandang yang berbeda. Bukan sebagai musuh yang harus diusir habis-habisan, melainkan sebagai sinyal yang bisa kita dengarkan untuk memahami diri lebih dalam.

Melalui konsep Hybrid Paradox, buku ini menawarkan cara merangkul kontradiksi: percaya diri tanpa mengabaikan kerendahan hati, berani gagal tanpa kehilangan semangat mencoba, dan merasa cukup meski masih ingin berkembang.

Di dalamnya, kamu akan menemukan:

  • Cerita personal dan refleksi yang membumi

  • Panduan praktis untuk menavigasi rasa tidak cukup

  • Latihan sederhana yang bisa dilakukan sehari-hari

  • Perspektif baru tentang bagaimana menerima, memanfaatkan, dan menari bersama keraguan

Buku ini adalah undangan untuk pulang ke diri sendiri, menemukan kekuatan di tengah keraguan, dan mengubah rasa “tidak layak” menjadi bahan bakar pertumbuhan. Karena pada akhirnya, keberanian sejati bukan berarti bebas dari rasa ragu, tapi memilih melangkah meski ragu itu masih ada.

**


Pernahkah kamu merasa tdk pantas berada di posisi skrg? Merasa hanya “beruntung” & takut suatu hari orang akan tahu bahwa kamu sebenarnya dk sepandai yg mrk kira? Itu bukan sekadar rasa gugup biasa, itu impostor syndrome books.google.co.id/books/about?id play.google.com/store/books/de #newbook

Juli 12, 2025

Mengubah PPT Jadi Buku Ilmiah Populer: Cerita Pelatihan di Universitas Merdeka Malang

by , in


Mengubah PPT Jadi Buku Ilmiah Populer: Cerita Pelatihan di Universitas Merdeka Malang





Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan mengisi pelatihan di Universitas Merdeka Malang. Temanya mungkin terdengar sederhana, tapi percayalah—dampaknya bisa luar biasa: Bagaimana mengubah slide PowerPoint presentasi menjadi buku ilmiah populer.

Suasana pelatihan hangat sekaligus serius. Mahasiswa dan dosen duduk berdampingan, beberapa membawa draft presentasi, sebagian lagi datang hanya dengan ide di kepala. Di sana, kami belajar langkah-langkah praktis: memetakan materi, mengurai slide jadi paragraf, menambah narasi, hingga menyesuaikan gaya bahasa agar lebih renyah dibaca publik.

Saya selalu percaya bahwa banyak gagasan brilian sering kali ‘terjebak’ di balik layar presentasi. Padahal, kalau diolah sedikit saja, materi PPT bisa menjelma menjadi buku populer yang bermanfaat untuk lebih banyak orang.



Bagi teman-teman yang kemarin belum sempat hadir secara offline di Universitas Merdeka Malang, jangan khawatir. Saya sudah menyiapkan versi kursus online-nya di Udemy. Materi dan metodenya sama—tinggal luangkan waktu belajar dari rumah, dari mana pun, kapan pun.

Selamat menulis, selamat membagikan pengetahuan. Dari PPT sederhana, siapa tahu lahir buku-buku hebat berikutnya.

bit.ly/diannafiudemy

Juni 09, 2025

Perbedaan antara novel sastra dan novel non-sastra

by , in


Perbedaan antara novel sastra dan novel non-sastra




Perbedaan antara novel sastra dan novel non-sastra (populer) terletak pada tujuan, gaya bahasa, kedalaman tema, dan karakterisasi. Berikut ini penjelasan perbedaannya:


1. Tujuan Penulisan

  • Novel Sastra:
    Bertujuan menggali kedalaman pengalaman manusia, menggugah renungan, dan sering menjadi cerminan kondisi sosial, budaya, dan psikologis yang kompleks.

  • Novel Non-Sastra (Populer):
    Tujuannya lebih ke hiburan, menghibur pembaca, atau sekadar menyampaikan cerita yang menarik dan mudah dinikmati.


2. Gaya Bahasa dan Struktur

  • Novel Sastra:
    Gaya bahasa lebih artistik, penuh metafora, simbolisme, dan sering memiliki struktur naratif yang eksperimental atau tidak konvensional. Penulisnya sangat memperhatikan estetika dan kedalaman kata.

  • Novel Non-Sastra:
    Gaya bahasanya langsung, sederhana, komunikatif, dan mudah dipahami. Struktur umumnya linier dan mengikuti pola klasik (awal-tengah-akhir) yang mudah diikuti.


3. Kedalaman Tema

  • Novel Sastra:
    Mengangkat tema-tema eksistensial, filosofis, sosial, budaya, atau psikologis. Biasanya menggali kompleksitas manusia dan kehidupan secara lebih dalam.

  • Novel Non-Sastra:
    Temanya lebih umum, seperti romantis, petualangan, horor, thriller, dan lain-lain. Tidak terlalu menuntut pembaca untuk merenung atau berpikir panjang.


4. Karakterisasi Tokoh

  • Novel Sastra:
    Karakter tokohnya cenderung kompleks, mendalam, dan berkembang. Tokoh bisa ambivalen, penuh konflik batin, tidak selalu hitam-putih.

  • Novel Non-Sastra:
    Tokohnya lebih sederhana dan stereotipikal, seperti protagonis yang baik dan antagonis yang jahat, dengan sedikit atau tanpa perkembangan karakter yang rumit.


5. Nilai Literer dan Daya Tahan Waktu

  • Novel Sastra:
    Biasanya tahan waktu, tetap relevan dibaca lintas generasi karena nilai literer dan tematiknya yang dalam. Sering dijadikan bahan kajian akademik.

  • Novel Non-Sastra:
    Cenderung musiman, populer pada waktu tertentu, tapi bisa cepat dilupakan karena mengikuti tren pasar.


Contoh:

  • Novel Sastra: Laskar Pelangi (Andrea Hirata, walau populer, punya kualitas sastra), Saman (Ayu Utami), Cantik Itu Luka (Eka Kurniawan), Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari).

  • Novel Non-Sastra: Novel-novel metropop, teenlit, dan banyak novel roman atau horor populer.


Jika kamu sedang menulis dan ingin tahu apakah karyamu cenderung sastra atau tidak, kamu bisa bertanya:

  • Apakah saya menulis untuk mendalami kehidupan manusia atau hanya ingin menyuguhkan cerita menarik?

  • Apakah saya bermain dengan gaya bahasa, simbolisme, dan lapisan makna?

  • Apakah tokoh saya berkembang dan kompleks?


Mei 15, 2025

Menulis untuk Mencerahkan: Dian Nafi Hadir di Expo Buku dan Talkshow Kepenulisan UIN Walisongo

by , in

 Menulis untuk Mencerahkan: Dian Nafi Hadir di Expo Buku dan Talkshow Kepenulisan UIN Walisongo

Hari yang penuh semangat literasi di Auditorium UIN Walisongo Semarang terasa istimewa. Dalam gelaran Expo Buku dan Talkshow Kepenulisan, kampus ini menjadi ruang pertemuan ide, semangat berkarya, dan jejaring para penulis muda. Hasfa Publishing, sebagai sponsor utama acara, menghadirkan pengalaman literasi yang tak hanya inspiratif tetapi juga membumi.

Salah satu tamu undangan kehormatan yang turut memeriahkan acara adalah Dian Nafi—penulis produktif, arsitek, dan pegiat literasi yang telah melahirkan banyak karya berbasis nilai-nilai budaya, spiritualitas, dan kemanusiaan. Kehadiran Dian membawa nuansa hangat dan reflektif, mengingat rekam jejaknya yang tak hanya menulis, tetapi juga membimbing banyak penulis pemula di berbagai daerah.

Dalam acara yang diselenggarakan oleh mahasiswa dan komunitas literasi kampus, para peserta disuguhi talkshow inspiratif seputar dunia kepenulisan, pameran buku dengan beragam genre, hingga sesi diskusi ringan yang membuka ruang pertukaran ide. Hasfa Publishing, sebagai penerbit yang telah mendampingi banyak penulis muda, menyediakan booth interaktif dan koleksi buku-buku pilihan yang menarik perhatian pengunjung.

Dian Nafi menyempatkan diri menyapa peserta, berbincang dengan para pegiat literasi, serta memberi dorongan moral bagi para penulis muda yang sedang merintis jalan. “Literasi bukan hanya soal membaca dan menulis, tapi tentang membentuk cara kita memandang dunia dan merawat nurani,” ungkapnya.

Kegiatan ini menjadi pengingat bahwa ekosistem literasi bisa tumbuh subur bila didukung oleh kolaborasi semua pihak—kampus, komunitas, penerbit, dan tentu saja para penulis. Semangat itu terasa nyata sepanjang hari, di antara barisan buku, senyum peserta, dan percakapan yang menyala.

Dengan hadirnya sosok seperti Dian Nafi dan dukungan Hasfa Publishing, acara ini bukan hanya menjadi expo buku biasa, melainkan juga perayaan bagi para pemimpi yang percaya bahwa tulisan bisa mengubah dunia—pelan-pelan, tapi pasti.



Post Top Ad