Mendeteksi Kecenderungan Seksual Sejak Dini
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan menghadiri undangan seminar dari Pimpinan Wilayah NU Jawa Tengah di Gedung NU Jl. Dr. Cipto Semarang. Kali ini tema yang diangkat adalah tentang LGBT. Lesbian, Gay, Biseksual and Transgender.
Tak ayal lagi, ruangan hall lantai 3 hari itu full sesak audience. Padahal mereka harus bayar untuk tiketnya dan ruangan sebesar itu dengan audience sebanyak itu membuat AC yang ada seolah jadi tak cukup berguna.
Seminar bertajuk “Deteksi Dini Orientasi Seksual Anak sebagai Upaya Mencegah Fenomena LGBT: Kenali dan Atasi Sejak Dini.”
Nara sumbernya, kak Sinyo Egi, bilang kalau LGBT dan Same Sex Attraction (SSA) itu tidak sama. LGBT itu identitas sosial, sedangkan SSA adalah orientasi seksual.
LGBT adalah identitas sosial, semacam penerimaan diri, pencitraan, identitas formal (KTP, KK, dll), aktualisasi diri yang hadir sebagai lawan dari identitas hetero. Itulah kenapa kaum LGBT juga ingin diakui eksistensinya sebagai kaum hetero seperti persamaan pengakuan di mata masyarakat, persamaan legalisasi pernikahan dan lain sebagainya.
SSA itu orientasi seksual sesama jenis. Misalnya ada orang yang mempunyai SSA dan pernah melakukan tindakan seks sesama jenis tetapi dia tidak ingin menjadi LGBT maka kita tidak bisa menyebutnya sebagai LGBT. Jadi SSA belum tentu LGBT, tapi kalau LGB sudah pasti mempunyai SSA.
Orientasi (ketertarikan) seksual seseorang itu seperti niat. Jika niat buruk diteruskan akan berakibat buruk. Sebaliknya jika tidak diteruskan, berarti dia hanya berhenti di niat saja.
Jka niat buruk berhasil ditahan, kita berhak pahala atas kemampuan mengendalikan hawa nafsu ini.
Selama SSA masih berupa niat maka tidak akan berdosa. Jika sudah berwujud tindakan, maka berdosalah dia.
Apakah SSA bisa disembuhkan? Bisa, asal punya keinginan dan tekad yang kuat, So, jangan langsung menghakimi mereka yang baru punya kecenderungan saja. Selamatkan mereka sebelum lebih jauh tersesat. Jangan sampai tindakan dan ucapan serta sikap kita yang apriori justru makin membuatnya semakin jauh dari hidayah dan masuk ke dalam dosa.
SSA itu orientasi seksual sesama jenis. Misalnya ada orang yang mempunyai SSA dan pernah melakukan tindakan seks sesama jenis tetapi dia tidak ingin menjadi LGBT maka kita tidak bisa menyebutnya sebagai LGBT. Jadi SSA belum tentu LGBT, tapi kalau LGB sudah pasti mempunyai SSA.
Orientasi (ketertarikan) seksual seseorang itu seperti niat. Jika niat buruk diteruskan akan berakibat buruk. Sebaliknya jika tidak diteruskan, berarti dia hanya berhenti di niat saja.
Jka niat buruk berhasil ditahan, kita berhak pahala atas kemampuan mengendalikan hawa nafsu ini.
Selama SSA masih berupa niat maka tidak akan berdosa. Jika sudah berwujud tindakan, maka berdosalah dia.
Apakah SSA bisa disembuhkan? Bisa, asal punya keinginan dan tekad yang kuat, So, jangan langsung menghakimi mereka yang baru punya kecenderungan saja. Selamatkan mereka sebelum lebih jauh tersesat. Jangan sampai tindakan dan ucapan serta sikap kita yang apriori justru makin membuatnya semakin jauh dari hidayah dan masuk ke dalam dosa.
bagaimanapun, orientasi seks sesama jenis ini mungkin juga manusiawi. Jadi sebaiknya tetap sabar dan terus berusaha hidup di jalan Allah. Menikah dengan lain jenis bisa menjadi penyembuhnya.
LGBT muncul tahun 1960an di Amerika Serikat. Mereka menginginkan pengakuan identitas berupa legalitas, normalitas dan sosial. Dua puluh satu negara di dunia kini telah mengakui LGBT. Semoga negeri kita terselamatkan dari dekadensi moral dan kemanusiaan. Aamiin.
Apa Sih Penyebab Orientasi SSA
Pembelokan orientasi seksual ini bisa terjadi pada masa-masa balita. Jika tidak dicegah, maka kecenderungan untuk menyukai sesama jenis akan bertumbuh terus.
Kalau memang benar gay bawaan gen, seharusnya di era modern ini ditemukan alat untuk mendeteksi orientasi seksual bayi yang lahir, tapi kan tidak pernah ada alat ini. So, sudah jelas setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, alami, asali.
Pola asuh yang salah, menjadi penyebab perubahan kecenderungan asali.
Yang pertama, pemaksaan dalam mengambil role model. Mereka yang broken home, ada dominasi ibu, atau dominasi ayah, terjadi kekerasan rumah tangga, bisa mengalami hal ini.
Jika karena ketimpangan peran dan kekecewaan, lalu anak tidak mau menjadi seperti ayah/ ibu atau nantinya tidak mau menikah dengan laki-laki/ perempuan seperti ayah/ ibu, ini bisa berbahaya.
So orang tua punya peranan penting dalam pencegahan orientasi seksual yang salah.
Over protective (terlalu dimanja/ dilindungi) juga berakibat tidak baik. Anak bungsu, tunggal, satu-satunya jenis kelamin dalam keluarga atau anak istimewa (paling ganteng, paling putih paling pintar, dll) biasanya akan mengalaminya.
Yang kedua, jika salah dalam mengambil role model. Secara hubungan keluarga mungkin harmonis, tapi anak-anak dibiarkan memilih model tanpa diberi pegangan. So dampingi mereka, pilih sekolah dan/atau penitipan anak dengan baik. Bagi yatim piatu, peran ayah dan ibu bisa digantikan oleh kakek, nenek, bibi, paman, guru atau sosok lain yang bisa membantu dalam proses pengasuhan mereka.
Selanjutnya juga diberikan gambaran tentang tahapan bagaimana kecenderungan seksual ini mengalami pembelokan dari anak kecil hingga pra remaja dan remaja serta apa saja yang musti kita waspadai dan lakukan untuk meresponnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar